Selasa, 01 Maret 2016

Cetho, Candi Hindu Diatas Bukit Karanganyar


Banyak sekali peninggalan sejarah tentang agama hindu di Indonesia, jika kita mendatangi satu-satu tempat tersebut tak cukup dalam waktu yang singkat. Butuh waktu lama pastinya, untuk menggali informasi secara langsung. Terutama di daerah Jawa Tengah, dapat disebut sebagai daerah yang berjuta budaya dan sejarah peninggalan kebudayaan Indonesia. Bagi masyarakat sekitar sudah bukan hal asing lagi keika mengunjungi candi-candi di Jawa. Salah satu peninggalan sejarah di Jawa tengah adalah di kota Karanganyar, Yaitu Candi Cetho. Candi Cetho terletak di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Komplek candi sering dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar atau penduduk setempat sebagai tempat ziarah maupun tempat pemujaan.Candi Ceto dibuat pertama kali oleh Van de Vlies pada tahun 1842. Berdasarkan keadaannya saat reruntuhannya diteliti, candi ini diperkirakan sudah berusia tidak jauh berbeda dari Candi Sukuh, yang cuup berdekatan lokasinya.
Sekarang kompleks candi ceto, terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, terlihat dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan aras ketiga terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat dusun ceto. Pada dinding kanan gapura terdapat inskripsi dengan aksara Jawa Kuno berbunyi Pelling Padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku. Tafsiran dari tulisan tersebut adlaah fungsi candi untuk menyucikan diri (ruwat) dan peyebutan tahun pembuatan gapura, yaitu pada tahun 1397 Saka atau dalam Masehi 1475 Masehi. Diteras ketujuh terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, surya Majapahit. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol pencpiptaan manusia.  Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam. Pada aras ke delapan terdapat arca phallus ( disebut “kuntobimo”) disisi utara dan arca Sang Prabu Brawijaya V dalam wujud Mahadewa. Pemujaan terhadap arca ini melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah atas bumi. Dan yang terakhir adalah aras ke sembilan merupakan aras tertinggi sebagai tempat pemanjatan doa. Disini terdapat bangunan batu berbentuk kubus.
Nah, itulah beberapa penjelasan dari Sejarah Candi Ceto. Jangan lupa ketika anda ke solo mampir kesini untuk menelisik lebih jauh lagi tentang pengetahuan sejarah peninggalan berbudaya di Indonesai.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar