Minggu, 28 Februari 2016

Surga yg Tersembunyi Di Pulau Missol Raja Ampat

Misool ibarat kapling surga kecil dengan keindahan pantai dan taman laut yang menakjubkan. Membentang sederetan pulau batu karang di bagian barat dan timurnya, Misool merupakan satu dari empat pulau terbesar di Kepulauan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Misool berbatasan langsung dengan Laut Seram dan perairan laut lepas yang menjadi jalur lintas hewan besar termasuk paus. Anda dapat menikmati segala keindahan di Pulau Misool tanpa harus membaginya dengan banyak orang. Nyatanya memang pulau-pulau yang tersebar itu sebagian besar tak berpenghuni. Keberadaan surga bawah laut di Misool sudah dapat diidentifikasi bahkan sebelum Anda mencebur ke beningnya air laut yang berwarna turquoise amat menyejukkan mata.
Panorama menawan pulau terpencil yang nyaris tak terjamah ini meliputi hamparan laut lepas yang luas dan amat bening, pasir putihnya terhampar sepanjang pesisir pantai dan dikelilingi pepohonan hutan tropis dan mangrove yang hijau permai. Pemandangan menyegarkan ini jelas akan menawan hati siapa pun yang melihatnya apalagi dengan apa yang disembunyikan di bawah perairan lautnya. Seperti telah diketahui bahwa Kepulauan Raja Ampat termasuk daerah segitiga karang dunia dimana taman bawah lautnya menyimpan sekira 75 persen jenis ikan hias dan segitiga karang yang ada di dunia.
Terdapat sejumlah titik penyelaman yang menawarkan pengalaman spektakuler menjelajahi surga bawah laut yang paling kaya di dunia ini. Beragam jenis ikan, terumbu karang, hiu, penyu, pari, dan biota laut lainnya menghuni surga bawah laut Pulau Misool. Oleh karenanya, snorkeling, diving, berenang, berjemur atau sekadar bersantai di tepi pantainya yang sepi akan memberi kesan ekslusif dan menjadi sebuah pengalaman berlibur penuh kesan. Bukan hanya kekayaan dan keindahan alam, Pulau Misool juga memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat dari masyarakat lokalnya. Peninggalan sejarah berupa lukisan di dinding-dinding gua juga dapat ditemukan di kawasan ini.
Di Pulau Misool ada banyak kegiatan wisata bahari yang dapat Anda lakukan. Snorkeling dan diving adalah tentu yang utama dan tak boleh dilewatkan saat menjejakkan kaki di kawasan yang terkenal di dunia internasional sebagai surga bawah laut terbaik sekaligus fenomena alam yang langka. Air lautnya yang bening memungkinkan Anda menyaksikan pemandangan keindahan bawah lautnya bahkan dari atas kapal. Terdapat banyak sekali titik penyelaman yang menyimpan pesona keindahan dan beragam di Misool. Akan butuh banyak waktu untuk menjajal segudang titik penyelaman di kawasan ini karenanya kemungkinan besar Anda akan sibuk sekali menjelajahi kedalaman laut Pulau Misool yang masih alami dan sangat kaya ini. Musim menyelam yang paling baik di Pulau Misool dapat saja dikatakan nyaris sepanjang tahun.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa saat musim hujan maka aktivitas penyelaman mungkin akan sedikit terganggu. Kunjungan pada waktu yang berbeda memungkinkan Anda mendapatkan pengalaman yang lebih pula saat menyelami Pulau Misool. Boat trips adalah hal menyenangkan lainnya yang akan mengajak Anda menyaksikan eksotisme kepulauan yang nyaris belum terjamah kerusakan dan polusi ini. Scuba Diving atau kayaking adalah pilihan olah raga air saat berada di pulau ini.
Selain itu, tentunya berenang, berjemur, atau sekedar duduk santai di tepi pantai dan menghabiskan waktu juga dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan. Akomodasi untuk menunjang kegiatan ini dapat ditemukan dan disewa di resor sekitar Pulau Misool. Terdapat beberapa desa di sekitar Pulau Misool yang juga menarik untuk dikunjungi. Kunjungan ke desa-desa kecil dengan populasi yang masih sedikit tentu akan memberi pengalaman dan pengetahuan mengenai budaya lokal, adat, istiadat, dan lainnya yang menarik untuk disimak.
Menjelajahi hutan mangrove dan menyaksikan burung-burung serta binatang lainnya adalah pilihan kegiatan lain untuk mengisi liburan Anda. Tempat favorit lainnya yang dapat Anda kunjungi adalah keberadaan lukisan berbentuk tangan manusia, ikan, dan lainnya yang disebut sebagai petroglyph. Lukisan cantik berwarna dominan merah tersebut diperkirakan berusia sekira 5.000 tahun. Lokasi ditemukannya agak tersembunyi di dalam labirin yang terbentuk dari sejumlah laguna dan batuan karst. Tempat ini sangatlah indah, tak heran ia menjadi semacam tempat yang spesial ditandai dengan keberadaan petroglyph itu sendiri.
Untuk mencapai Pulau Misool, Anda dapat menjadwalkan penerbangan menuju Bandara Domne Eduard Osok di Sorong. Setelahnya, untuk menjelajahi Pulau Misool Anda dapat memilih ikut tur menggunakan perahu pinisi. Sebagai daerah kepulauan, alat transportasi utama di kawasan ini adalah transportasi laut. Kapal tentu menjadi kendaraan Anda berkeliling dan menjelajahi serta menyelami keindahan Pulau Misool.
Terdapat paket tur dimana kapal dapat juga menjadi kendaraan sekaligus tempat menginap untuk menjelajahi berada di surga kecil dengan pemandangan pantai dan bawah laut yang spektakuler. Apabila Anda menginap di resor seperti Papua Diving dan Misool Eco Resort, biasanya mereka akan menyediakan jasa jemputan dari bandara di Sorong berupa speedboat pribadi.








sumber: Kompas.com

Spot Diving Terbaik Hol Sulamadaha Dari Ternate


Indahnya Pulau Sulamadaha Ternate Maluku - indonesia memang menyimpan banyak keindahan alam yang sangat indah dan natural, salah satunya adalah pantai sulamadaha. jika anda hendak kesana dari jakarta, pertama naik pesawat jurusan ternate, biasanya transit dimakasar atau manado. Setelah sampai di Bandara Sultan Babulloh, Ternate, Naik angkot atau taksi ke pusat kota. dari pusat kota ternate ke pantai Sulamadaha berjarak sekitar 1 jam perjalanan. Pantai Sulamadaha meski tidak berpasir putih, namun memiliki pesona tersendiri. Pantai ini berhadapan langsung dengan Pulau Hiri, dengan bukit hijaunya. Dari pantainya, Bukit HIri terlihat jelas seperti muncul dari permukaan laut. Pulau Hiri, dulu menjadi tempat pengasingan sultan Muhammad Djabir Syah (Ayah Sulatan Ternate Sekarang), yang sengaja diungsikan supaya tidak tertangkap tentara belanda.
      Di Hol Sulamadaha ini kamu akan bertemu dengan beberapa kapal nelayan, karena memang mata pencaharian utama disini adalah dari hasil tangkapan ikan di lautan. Jika mau kamu juga bisa menyewa kapal disini untuk mengantar ke Pulau Hiri maupun Pantai Jikumalamo yang berada di seberang Pantai Sulamadaha. Mari berkunjung  ke Ternate, dan nikmati segarnya berenang di laut lepas Hol Sulamadaha. Tak perlu dengan ombak buatan karena disini sudah ada ombak yang sebenarnya, dan tak hanya itu kamu juga bisa diving maupun snorkeling disini. Lalu tunggu apa lagi? buruan kesini.




sumber: visitternate.

Sabtu, 27 Februari 2016

Belajar Sejarah dari Candi Muaro Jambi

Kompleks percandian apakah yang terluas se asia tenggara? kalau jawabannya Borobudur  di Jawa Tengah atau Angkor Wat di Kamboja, maka jawaban anda salah besar. Ternyata  kompleks percandian terluas se Asia Tenggara berada di provinsi Jambi. Kawasan  percandian itu bernama Kompleks Percandian Muaro Jambi yang berada di Kabupaten  Muaro Jambi, tepatnya di kecamatan Muaro Sebo.Kompleks candi ini adalah salah satu wisata andalan Propinsi Jambi yang mulai  dikenal di dalam maupun diluar negeri karena nilai sejarahnya yang masih penuh  misteri.  Bahkan, kompleks ini sudah masuk dalam daftar tentatif World Heritage  lohh. Penasaran ingin kesana?? Lokasinya berada di sebelah Timur Laut Kota Jambi, sangat  dekat dan bisa ditempuh dengan kendaraan darat selama kurang lebih 45 menit saja.  Kalau dari Kota Jambi, cukup berjalan ke arah timur, kemudian ke utara melewati  jembatan Batang Hari II. Teruslah ke utara, anda akan menemui beberapa persimpangan  teruslah berbelok kekanan. Setelah melewati 2 buah jembatan kecil, perhatikan  perhatikan rambu penunjuk jalan karena disitu akan ada penunjuk jalan menuju candi.  Tiket masuk ke dalam kompleks 8ribu rupiah/motor, sudah termasuk biaya parkir. Begitu masuk kedalam kompleks, akan terlihat beberapa candi, bangunan gedung yang  berfungsi sebagai wisma dan museum yang di gunakan untuk menyimpan arca arca dan  benda peninggalan lainnya yang berasal dari kompleks candi Muaro jambi. Tapi  sayangnya tempat penyimpanan benda bersejarah ini kadang buka kadang tutup. Memang  kesan pertama melihat kompleks candi Muaro Jambi adalah berantakan dan kurang  terurus. Mungkin kalau dibandingkan dengan kompleks candi lain di Pulau Jawa, memang  kompleks candi Muaro Jambi masih belum di kelola dengan baik.Kompleks situs ini mempunyai luas 12 Kilometer persegi, panjang lebih dari 7  Kilometer serta luas sebesar 260 hektar yang membentang searah dengan jalur sungai.  Itu artinya luasnya 12 kali luas kompleks candi borobudur dan 2 kali luas kompleks  angkor wat.
Sama seperti candi lain di Sumatra, candi yang berada di Muaro Jambi tersusun dari  Batu Bata, Candi yang pertama yang ditemui adalah candi Gumpung, candi ini nampaknya  relatif utuh, berada di permadani rumput yang hijau, dikelilingi tembok bata dan  parit kecil. Didepan candi gumpung terdapat Makara dengan bentuk yang sangat unikSelain candi Gumpung, terdapat candi tinggi, yang relatif masih utuh dengan batu  bata yang tersusun rapi.Kita bisa naik ke atas candi tinggi ini, asalkan tidak  merusak, mencoret maupun mengotori candi. Dari kejauhan nampak masih banyak tumpukan  batu bata yang sudah hancur disekitar candi Tinggi dan Gumpung. Lalu ada Candi Kembar  Batu yang terletak kurang lebih 250 meter dari Candi Tinggi. Ohya,tidak jauh dari  pintu masuk tadi, terdapat kolam kuno yang bernama Telago Rajo.








Napak Tilas Benteng Otanaha di Gorontalo


Kompleks Benteng Otanaha yang terletak di atas bukit desa Dempe, Gorontalo merupakan peninggalan bersejarah yang dibangun oleh Portugis pada abad ke 15. Bangunan yang keseluruhannya terdiri dari tiga buah benteng (Benteng Otanaha, Benteng Otahiya, dan Benteng Ulupahu) ini dibangun sebagai wujud kerjasama antara Portugis dengan Raja Ilato yang tengah berkuasa pada tahun 1505–1585.
Pada tahun 1525, saat Gorontalo diserang musuh, terkuaklah akal bulus Portugis. Rupanya, upaya pendekatan Portugis dengan Raja Ilato hanyalah strategi untuk menyerang Gorontalo. Pada saat terjadi serangan dari musuh itu, Portugis sama sekali tidak membantu Gorontalo, namun justru memihak musuh untuk menyerang Gorontalo.
Hingga tahun 1585, Gorontalo masih dalam kemelut peperangan. Salah seorang putra Raja Ilato, yaitu Naha dan istrinya, Ohihiya, memimpin pertempuran dan menjadikan ketiga benteng Portugis itu sebagai benteng pertahanan. Dalam pertempuran ini Naha dan seorang putranya, Pahu, gugur. Untuk mengenang perjuangan mereka, ketiga benteng ini kemudian dinamai Naha, Pahu, dan Hiya. Sementara itu penambahan kata Ota merupakan bahasa daerah setempat yang berarti Benteng.
Sebagai cagar budaya yang patut dijaga kelestariannya, kompleks Benteng Otanaha ini sudah dipugar pada tahun 1978 – 1981. Pemerintah setempat juga membangun anak tangga untuk memudahkan wisatawan menjangkau kompleks benteng. Sedikitnya kita harus mendaki 353 anak tangga untuk mencapai benteng utama, yaitu Benteng Otanaha. Sementara itu untuk mencapai Benteng Otahiya terdapat sekitar 245 anak tangga dan 59 anak tangga menuju Benteng Ulupahu.
Benteng Otanaha merupakan obyek wisata sejarah bangunan peninggalan monumen kuno warisan pada masa lalu dari suku gorontalo dibangun sekitar 1525 letaknya diatas bukit di Kelurahan Dembe I Kecamatan Kota Barat dengan jarak 8 Km dari pusat Kota Gorontalo. Untuk mencapai benteng ini kita harus menapaki anak tangga sebanyak 351 buah dan dan dapat pula melalui jalan melingkar dengan kenderaan roda empat dan roda dua. Benteng ini yempat perlindungan dan pertahanan Raja-raja Gorontalo ketika melawan kolonial Portugis yang ingin menjajah.
Keunikan dari benteng ini bangunanya terbuat dari campuran kapur dan putih burung aleo. Karena letaknya yang berada dipuncak bukit maka dari benteng ini dapat dilihat pemandangan danau limboto. Selain benteng Otanaha didekatnya pula dua buah benteng yaitu benteng Otahiya dan Ulupahu.
Panorama yang ditawarkan dari Benteng Otanaha adalah panorama Kota Gorontalo dan Danau Limboto.Sepanjang mata memandang, mata dimanjakan pemandangan yang bagus karena lokasi benteng yang berada di ketinggian memang memungkinkan untuk melayangkan pemandangan ke mana saja.
Benteng ini konon dibangun oleh pejuang-pejuang Gorontalo sebagai benteng pertahanan untuk melawan Belanda.Konstruksi benteng berbentuk bulat dengan pondasi dari batu-batu alam. Tinggi benteng sekitar 7 meter dan diameter benteng mungkin sekitar 20 meter.Terdapat 3 benteng yang dihubungkan dengan jalan setapak untuk menuju ke tiap-tiap benteng.Lokasinya yang berada di atas bukit memang sangat strategis sebagai benteng pertahanan sekaligus menara intai saat jaman perang dulu.
Untuk mencapai benteng ini juga mudah, 30 menit dari Kota Gorontalo ke arah Danau Limboto. Untuk sampai ke atas bisa dengan berjalan kaki melalui 1000 anak tangga atau membawa kendaraan sampai di atas bukit dan diparkir di depan benteng. Pengunjung akan dikenai tiket masuk sebesar 5.000 rupiah dan sudah bisa menikmati suasana Benteng Otanaha sepuasnya.
Dikisahkan, suatu saat kapal orang Portugis singgah di Gorontalo. Perwakilan orang Portugis itu kemudian menemui Raja Ilato dan mewarkan kerjasama untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamamanan kerajaan. Sebagai tanda kesepakan, Portugis bersedia membangun tiga benteng yang terletak di atas bukit.
 



website: gorontaloprov.

Eksotisme Pantai Papuma Di Jember

           Pantai Papuma, satu lagi pantai yang populer dan tak kalah indahnya di kawasan Jember. Tepat berada di pesisir selatan Jawa Timur, atau lebih tepatnya terletak di desa Lojejer, kecamatan Wuluhan, 45 Km arah selatan kota Jember, pantai Papuma menawarkan nuansa yang sangat indah untuk dikunjungi.
Di sepanjang pantai Papuma terdapat pasir putih yang bersih dan indah, dan memungkinkan para wisatawan asing yang datang untuk berjemur di pantai tersebut. Disamping keindahan alamnya, pantai ini juga kaya akan fauna seperti Biawak, Ayam Alas, burung-burung dengan ragam jenisnya, Babi Hutan, Rusa, Landak dan Trenggiling.
Di pantai ini disediakan beberapa sarana pendukung bagi mereka yang ingin menikmati suasan Papuma lebih lama, seperti penginapan dan bumi perkemahan. Saat matahari terbenam, suasana di pantai Papuma akan semakin indah untuk dinikmati. Senja yang temaram dan desir laut yang semakin bergemuruh menimbulkan suasan drmatis yang enggan untuk ditinggalkan.




website: jembertourism

Eloknya Tanjung Tanjah Anjah Lombok Timur


   
Nama Tanjah Anjah dikenal karena disana terdapat areal hutan lindung, yakni hutan Tanjah Anjah Desa Sekaroh. Hutan ini menjadi sorotan media karena masih tersisa persoalan, yaitu sengketa lahan antara pemerintah daerah dengan investor luar daerah yang diduga ditunggangi warga asing. Dimana ketika pemkab membangun sekitar 80 unit rumah untuk pemukiman warga, kemudian kelompok pendukung investor merobohkan bangunan tersebut. Namun lepas dari persoalan itu, hutan Tanjah Anjah sesungguhnya memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat di wilayah itu.
         Daya tarik Pantai Tanjah Anjah selain menampilkan panorama alami yang memukau, juga pemandangan di wilayah pantai dan gili benar-benar memberikan nuansa unik yang jarang ditemui di tempat lain. Garis pantai yang dikelilingi hutan dan bukit menyajikan wisata alam yang menyejukkan bagi pengunjung. Demikian pula hamparan pasir pantai yang cukup luas, bersih dan berwarna pink benar-benar dapat dinikmati dengan sempurna. Pasir pink berbentuk biji merica itu berpadu dengan warna pink karang laut yang dapat dilihat di balik kebeningan airnya. Campur tangan antara pemkab dan pengelola lokal dalam mempercantik lokasi pantai ini memberikan nuansa yang nyaman untuk tempat bersantai bersama keluarga, kerabat dan orang-orang tersayang.
            Sebagaimana pantai lainnya, di sini pun berbagai aktifitas dapat dilakukan dengan leluasa, terutama untuk mandi dan berenang, berjemur, berselancar maupun bersnorkling mengelilingi garis pantai mengitari bukit-bukit yang menyajikan pemandangan indah pada tebing-tebing yang dihempas ombak tiada henti. Ombak laut di kawasan Pantai Tanjah Anjah relatif tenang dan nampak datar, karena sebagian besar ombak tersebut pecah di tengah lautan, untuk kemudian mendorong riak-riak kecil menuju tepian pantai. Sebuah pemandangan yang tidak kalah indahnya.
Mengunjungi pantai ini tidak terlalu sulit, karena ia bisa ditemui sepaket dengan beberapa pantai di dekatnya. Disini sudah tersedia berugaq-berugaq untuk tempat berteduh setelah lelah berjemur, atau juga sebagai tempat masyarakat setempat menjajakan makanan dan minuman ringan kepada setiap pengunjung. Tersedia juga penyewaan perahu oleh nelayan setempat bagi pengunjung yang ingin menikmati pemandangan keliling pantai atau menelusuri tebing-tebing, dan bahkan jika pengunjung hendak mengitari Gili Sunut yang terkenal dengan budidaya mutiara dan lobster itu. Karena di sekitarnya sudah banyak penduduk yang bertempat tinggal, termasuk juga penduduk yang tinggal di Gili Sunut, maka pengunjung dapat berinteraksi dengan mereka. Tak menutup kemungkinan transasksi pun dapat dilakukan untuk sekedar menikmati kelapa muda, membakar ikan segar maupun membeli lobster ketika musim panen telah tiba.






website: pemkablomboktimur.

Pesona Tanjung Cina Lombok


       Tanjung Cina Lombok tepatnya berada di Kecamatan Jerowaru, Desa Pemongkong. Kawasan berlibur tersebut di cintai menurut segala pelancong yang memiliki jiwa petualang dan penghobi fotografi. Tempat liburan itu adalah area pantai dan dataran tinggi sejenis perbukitan juga tebing yang curam. Pemandangan yang wajib digandrungi pengunjung Tanjung Perak juga Tanjung Cina yaitu saat matahari tenggelam. Dalam saat sunset keindahan alam lokasi ini tampak jelas. Langitnya sembuat jingga. Pantai yang terbentang di lokasi ini pun ikut berwarna keemasan. Mengambil foto pada bersua bukit Tanjung Cina dengan Tanjung Perak sebagai view yang sangat banyak disenangi semua gila foto. Pada ketika cuaca sedang cerah, sunset di destinasi liburan itu makin sempurna. Anda tinggal mengarahkan kemana saja kamera dengan dan leluasa merekam seluruh keelokan sebagian alam Lombok.
Dari Tanjung Cina dengan Tanjung Perak anda mampu melongok pemandangan Samudera Indonesia atau perbatasan Samudera Hindia yang berupa laut lepas. Mungkin sebab kondisi alam pulalah yang membuat lokasi tersebut mengantongi karakteristik agak berbeda serta panorama alam lainnya wisata Lombok. Tekstur batuannya unik plus gradasi warnanya yang menarik juga hebat.
Kawasan itu bisa dicapai dengan keadaan tempuh sekitar 30 menit dari pusat desa atau sekitar 2,5 jam dari bandara. Kita sebaiknya menumpang kendaraan pribadi menuju Tanjung Cina serta Tajung Perak yang berada pada seorang kawasan juga Tanjung Ringgit yang makin dulu top. Rute ke tempat tersebut adalah Mataram – Praya – Jerowaru. Akses jalannya agak buruk sehingga tak disarankan menggunakan kendaraan sejenis sedan. Karena tempatnya bukan mudah dijangkau, maka jangan mau bakal berada banyak penjual makan. Sebaiknya Anda mempersiapkan bekal makananan juga minuman untuk tidak dehidrasi dan kelaparan selama menggunakan indahnya suasana Tanjung Cina dengan Tanjung Perak. Khusus untuk Tanjung Ringgit, bermacam pengunjung yang harap memburu view disini biasanya rela tidur dalam tenda agar mendapatkan panorama matahari terbit. Keindahannya sayang untuk dilewatkan demikian saja.
Destinasi berlibur alam selanjutnya pada Pulau Lombok sebagai bukit Malimbu, Teluk Ekas juga pantai Selong Belanak. Selama di Pulau Lombok Anda dapat menginap pada Lombok Plaza Hotel, Giri Hotel Lombok serta Griya Asri Hotel.






website: pemkablomboktimur

Wisata Religi Goa Pohsarang / Goa Maria Di Kediri


Mendengar kata Lourdes, biasanya pikiran orang akan tertuju pada Paris yang memiliki Gua Bunda Maria yang begitu indah. Banyak orang yang terpukau bahkan ingin menjejakkan kaki disana, tak terkecuali warga Indonesia. Bagi anda yang belum sempat mengunjungi Gua Bunda Maria di Lourdes, anda bisa mengunjungi Lourdes Kecil yang ada di Jawa Timur, tepatnya di Desa Puhsarang yang berjarak 18 kilometer dari pusat Kota Kediri.
Sama halnya dengan Lourdes yang menjadi salah satu ikon Paris, Lourdes Kecil di Jawa Timur juga menjadi salah satu ikon wisata Kediri dan menjadi tempat peribadatan umat Kristiani di Indonesia. Gereja Puhsarang yang termasuk dalam kompleks gua cukup berbeda dari gereja tua pada umumnya, dimana arsitekturnya mirip bangunan peninggalan masa Kerajaan Hindu-Buddha. Setiap bagian Gereja Puhsarang yang telah berusia ¾ abad ini sangat menonjolkan sentuhan budaya lokal. Saat memasuki halaman gereja, pengunjung akan disambut oleh patung Bunda Maria dan Yesus yang membukakan tangan seakan mengucapkan selamat datang. Uniknya, atap gereja ini berbentuk seperti perahu di atas gunung, yang memang menyimbolkan bahtera Nabi Nuh yang mendarat di Gunung Ararat. Keunikan lainnya adalah tidak adanya bangku dan organ di dalam ruangan utama gereja. Umat memang dipersilahkan duduk secara lesehan saat menikmati prosesi misa yang diiringi gamelan Jawa. Selain Gereja Puhsarang, terdapat juga menara lonceng Santo Hendricus yang disebut-sebut sebagai bentuk penghormatan kepada santo yang telah melindungi sang arsitek. Di atas menara lonceng ini, terdapat seekor ayam jantan yang berfungsi sebagai penunjuk arah mata angin.
Adapun pemberian julukan Lourdes pada kawasan ini didasarkan pada letak Gua Maria yang berada tidak jauh dari Gereja Puhsarang. Gua Maria ini dilengkapi stasi jalan salib yang menyerupai Gua Maria Lourdes. Untuk mencapai Gua Maria ini, peziarah harus menyusuri jalan batu yang licin dengan berjalan kaki. Setibanya di lingkungan Gua Maria, suasana teduh akan langsung terasa. Seketika batin ini terasa tenang manakala melihat rimbunnya pepohonan dan mendengar lantunan doa rosario dari para peziarah.

 






Kamis, 25 Februari 2016

Air Terjun Dolo di Kediri


Kabupaten Kediri memiliki beberapa air terjun yang cantik.Salah satunya, adalah Air Terjun Dolo. Tempat wisata ini terletak di dusun Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kediri. Jarak tempuh dari Kota Kediri ke arah barat,  ±  25  km (± 45 menit), atau ± 150 km (±3,5 jam) dari Bandara Juanda Surabaya. Meski agak jauh, tapi pemandangan di sepanjang jalan menuju lokasi terbilang sangat indah dan mudah.
Bagi pecinta Hiking (mendaki gunung), Gunung Besuki merupakan alternatif yang sangat menarik untuk ditaklukan dan dinikmati. Rasa lelah dan haus akan terobati saat mencapai Air Terjun Dolo, kesejukan dan panoramanya sangat mempesonakan pengunjung, lokasinya yang berada tengah kawasan hutan gunung besuki menambah asri dan sejuknya kawasan ini. Ketenangan dan kenyamanan yang disuguhkan tentunya akan memanjakan Anda yang biasa terbelenggu dalam rutinitas dan kepenatan suasana kerja dan aktivitas perkotaan.
Berada di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut, tepatnya di Dusun Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri dengan jarak tempuh kurang lebih 30 kilometer dari Kantor Kabupaten Kediri, cukup terjaga dari kebisingan dan polusi pusat kota. Keindahan obyek wisata ini semakin lengkap dengan adanya udara yang segar dan sejuk khas pegunungan, ditambah suasana yang hijau dan tenang dan kealamian dari air terjunnya sendiri. Lokasi Air Terjun Dolo dapat dilihat dari Satelit melalui Google Maps dengan koordinat 7°52'10"S 111°50'5"E yang dapat dilacak melalui GPS ataupun Ponsel dengan GPS support.
Perjalanan Anda akan dimanjakan dengan hamparan hijau pemandangan hutan pinus lengkap dengan aroma khasnya disepanjang aspal hotmix yang meliuk-liuk melingkar menuju puncak.
Untuk perjalanan menuju Air Terjun Dolo, kita harus berhenti di Dusun Besuki dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, karena jalan menuju ke arah Air Terjun Dolo mendaki dan tidak mungkin dilewati kendaraan. Jalanannya berupa tangga-tangga dari bebatuan yang dibuat melingkari daerah tersebut. Bebatuan tersebut menambah pesona dan nilai tersendiri yang membedakan dengan air terjun ditempat lain.
Setelah dibekukan oleh dinginnya Air Terjun Dolo, pengunjung dapat memanaskan suasana dengan menikmati fasilitas pariwisata yang tersedia seperti Joging ataupun Hiking Area. Bagi yang membawa keluarga dapat mengajaknya ke taman bermain yang tersedia. Tersedia pula Camping Ground bagi pengunjung yang ingin tinggal dan menikmati suasana kawasan ini lebih lama. Beberapa meter dari air terjun, kita dapat menemukan kebun sayur dan strowberi di sebuah pondokan yang terbuat dari bambu, pengunjung bisa membeli sayuran dan stroberi yang masih segar bahkan bisa langsung dapat memetiknya sendiri dari pohon.
Bagi pengunjung yang belum terbiasa dengan suasana dingin disarankan untuk membawa mantel atau baju hangat agar tetap bisa menikmati perjalanan Anda, karena dilokasi biasanya selalu diliputi mendung dan kabut yang tebal ditambah lagi kadar air yang cukup tinggi. (Ali M-KMF)







Wae Rebo, Kampung di Atas Awan di Flores

              Wae Rebo memang indah dan menakjubkan, diselimuti oleh kabut tipis di seluruh perkampungan membuat Wae Rebo pantas mendapatkan julukan ‘kampung diatas awan’.Secara geografis kampung ini terletak diatas ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (m dpl). Wae Rebo merupakan bagian dari Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai Barat, Flores.
Disini wisatawan mendapat kesempatan untuk melihat dan tinggal di Mbaru Niang, sebuah rumah tradisional Flores yang masih tersisa dan hanya ada di kampung Wae Rebo. Pada tahun 2012 silam, Mbaru Niang mendapatkan penghargaan dari UNESCO. Pemandangan alam perbukitan dan hutan hijau yang masih asri, dengan diselimuti kabut yang kadang tersibak oleh hembusan angin sehingga memperlihatkan tujuh buah Mbaru Niang yang berdiri dengan anggunnya, merupakan sebuah pemandangan bak di negeri khayalan.
Menginjak Kampung di Atas Awan Wae Rebo yang berpenghuni 112 Kepala Keluarga atau sekitar 625 jiwa penduduk (data 2012) ini semakin mencuri perhatian wisatawan, terutama wisatawan dari mancanegara. Tidak bisa dipungkiri bahwa selain faktor biaya yang relatif mahal untuk sampai ke tempat ini, perjalanannya sendiri pun memberikan pengalaman berpetualang dan tantangan tersendiri. Dari data yang diperoleh pada tahun 2011, total ada 313 turis dari 19 negara yang datang berkunjung ke kampung ini.
Awalnya adalah Yori Antar, seorang arsitek asal Jakarta yang penasaran dengan Mbaru Niang dari sebuah kartu pos. Hingga pada 2008, Yori Antar berhasil ‘menemukan’ kampung Wae Rebo hanya berbekal kartu pos bergambar Mbaru Niang. Melalui laporannya, banyak wisatawan asing yang akhirnya mengetahui tempat ini dan kerap berkunjung ke Wae Rebo.
Selain ingin mengetahui tentang Mbaru Niang, suasana Wae Rebo yang terisolir dari hiruk pikuk kota juga menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka. Kearifan lokal masyarakat pedalaman yang masih bergantung dari alam ini juga merupakan suguhan tersendiri ketika berkunjung ke kampung di atas awan ini. Salah satu kearifan lokal yang masih mereka pegang adalah menjaga kelestarian Mbaru Niang. Di Wae Rebo sendiri hanya boleh ada tujuh buah Mbaru Niang tidak kurang dan tidak lebih. Satu rumah Mbaru Niang bisa ditempati enam sampai delapan keluarga. Sisa masyarakat yang tidak tertampung di Wae Rebo harus pindah ke kampung Kombo, sebuah kampung yang terletak kira-kira lima kilometer dari Wae Rebo yang kemudian mendapat julukan kampung kembaran Wae Rebo karena sebagian besar penduduk kampung Kombo berasal dari Wae Rebo.
Penduduk Wae Rebo sendiri bukannya tanpa usaha selain mendapat tambahan dari wisatawan yang berkunjung. Kopi dan kain cura adalah salah satu usaha yang menjadi penghasilan utama dari penduduk kampung Wae Rebo. Kopi yang dijadikan komoditi adalah jenis arabika. Sedangkan kain cura menjadi kerajinan kain tenun yang dilakukan oleh ibu-ibu di Wae Rebo. Kain cura ini memiliki motif khas berwarna cerah. Untuk pejalan yang memang tertarik untuk mengoleksi kain tenun dari beberapa daerah di Indonesia, kain cura ini bisa menjadi pilihan tersendiri.
Satu hal yang disayangkan dari kampung Wae Rebo sendiri adalah dari sektor pendidikan. Tidak ada sekolah di kampung ini. Oleh karena itu anak-anak harus menuntut ilmu di kampung Kombo, yang artinya mereka sudah harus merantau sejak umur tujuh tahun, kelas 1 SD.
Menurut cerita dari mulut ke mulut yang belum bisa dipastikan kebenarannya, diketahui bahwa sekitar seribu tahun yang lalu, orang Minangkabau datang ke Wae Rebo dan menetap disini. Mereka inilah yang menjadi cikal bakal dan nenek moyang orang Wae Rebo.
Meniti Bumi Menuju Kampung Awan Wae Rebo terletak di Barat Daya kota Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Namun mengingat akses transportasi udara, akan lebih mudah jika perjalanan dimulai dari Labuan Bajo. Dari beberapa sumber, kebanyakan pengunjung mengambil rute memutar dari Ruteng sebelum menuju desa Denge yang merupakan desa terakhir sebelum menuju kampung Wae Rebo. Selama perjalanan panjang menuju desa Denge kita akan disuguhkan pemandangan yang luar biasa, hamparan sawah dari tanah Flores yang subur, jalanan bukit yang menanjak dan pemandangan pesisir pantai yang menggoda.
Denge merupakan desa pesisir yang berada di tepi pantai. Dari Denge kita bisa melihat pulau Mules dengan sebuah puncak yang terletak di tengah pulau tersebut. Denge berperan sebagai desa transit bagi para wisatawan sebelum melanjutkan perjalanan ke Wae Rebo. Disini sudah ada beberapa homestay yang dikelola oleh warga Denge maupun Wae Rebo yang ‘turun gunung’. Biasanya sebelum melanjutkan perjalanan ke Wae Rebo, para wisatawan akan beristirahat di Denge setelah perjalanan panjang dari Labuan Bajo atau Ruteng. Desa Denge adalah desa terakhir yang dilalui oleh kendaraan bermotor, baik itu motor maupun mobil. Untuk mencapai Wae Rebo, wisatawan harus berjalan kaki. Untuk memudahkan para pengunjung, banyak pemuda desa Denge maupun Wae Rebo yang bersedia menjadi tenaga porter, membantu pengunjung membawa perlengkapan mereka pada saat trekking menuju Wae Rebo.
Perjalanan akan dimulai dari Denge denga jarak tempuh ± 9 km yang bisa ditempuh dalam waktu 2 – 4 jam, sangat tergantung kondisi fisik masing-masing pengunjung. Karena letak desa Denge persis di tepi pantai, bisa dikatakan perjalanan ke Wae Rebo dimulai dari titik 0 m dpl dan mendaki pengunungan hingga ketinggian 1.200 m dpl. Rute awal merupakan jalanan tanah lebar yang sekiranya akan dibuat jalan aspal.
Perjalanan akan melintasi kawasan hutan yang rimbun. Pada saat memasuki hutan, pengunjung akan disambut oleh riuhnya suara kicauan burung. Hutan di wilayah ini merupakan area umum, yaitu sebuah lokasi yang menjadi tempat pertemuan setiap warga masyarakat. Tidak heran jika selama perjalanan melintasi hutan, kita akan sering bertemu dengan warga masyarakat yang sedang mengambil hasil hutan, mengantarkan pesan kepada keluarga di Kombo atau Denge, atau hanya sekedar berkunjung ke sanak keluarga, dan lain sebagainya.
Rute berikutnya adalah jalur memutar melewati perbukitan yang rawan longsor dan jalanan semakin menyempit. Jalur dengan variasi tingkat kesulitan ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pengunjung. Jalur terberat adalah jalur antara Denge hingga Wae Lumba. Jalur ini berkarakter bebatuan yang besar, kerap menanjak dan terkadang licin. Selain itu kita akan melewati sebuah sungai kecil sebelum tiba di Wae Lumba. Jalur Wae Lumba ke Poco Roko juga menegangkan, terutama untuk orang yang takut ketinggian. Pengunjung akan menyusuri jalur yang berada di bibir jurang. Poco Roko merupakan titik tertinggi dan lokasi dimana masyarakat bersentuhan dengan modernisasi, disini biasanya warga mencari sinyal telepon. Dengan adanya sinyal telepon berarti komunikasi dengan dunia luar bisa terjadi. Salah seorang pengunjung mengaku pernah melakukan update status di salah satu jejaring sosial pada saat berada di Poco Roko. Beberapa menit setelah melalui Poco Roko, kita akan sampai di Ponto Nao. Disini terdapat sebuah pos pemantau dengan atap yang terbuat dari ijuk, sama seperti bahan yang digunakan untuk membuat atap Mbaru Niang. Dari Ponto Nao ini kita bisa melihat di kejauhan sebuah dusun dengan bangunan-bangunan berbentuk kerucut yang mengepulkan asap. Itulah kampung diatas awan, Wae Rebo. Jalur perjalanan akan menurun dengan hamparan tanaman kopi di sepanjang jalan hingga tiba di gerbang kampung Wae Rebo.
Merangkul Kearifan Lokal Wae Rebo adalah kampung adat Manggarai Tua yang berusaha untuk melestarikan kearifan lokal sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia. Salah satu yang dilakukan adalah ritual Pa’u Wae Lu’uRitual ini dipimpin oleh salah satu tetua adat Wae Rebo yang bertujuan meminta ijin dan perlindungan kepada roh leluhur terhadap tamu yang berkunjung dan tinggal di Wae Rebo hingga tamu tersebut meninggalkan kampung ini. Tidak hanya itu, ritual ini juga ditujukan kepada pengunjung ketika sudah sampai di tempat asal mereka. Bagi masyarakat Wae Rebo, wisatawan yang datang dianggap sebagai saudara yang sedang pulang kampung. Sebelum selesai ritual ini, para tamu tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan apapun termasuk mengambil foto.
Tetua adat Wae Rebo kemudian akan melakukan briefing kecil tentang beberapa hal yang tabu dilakukan selama para tamu berada di Wae Rebo. Beberapa hal tersebut antara lain adalah memakai pakaian sopan, artinya untuk para wanita tidak diperkenankan memakaitank top atau hot pants, selain karena udara dingin, hal ini akan membuat warga masyarakat menjadi risih. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah tidak menunjukkan kemesraan, baik itu dengan lawan jenis maupun sejenis, seperti berpegangan tangan, berpelukan atau berciuman, bahkan untuk yang sudah berstatus suami istri. Hal lain yang perlu dihindari adalah mengumpat atau memaki selama berada di kampung ini. Pengunjung juga diharuskan melepaskan alas kaki ketika masuk ke dalam rumah.
Kearifan lokal lain yang perlu mendapat perhatian adalah tentang penggunaan uang administrasi bagi wisatawan yang masuk ke kampung Wae Rebo. Memang ada kesan bahwa biaya administrasi selalu dikaitkan dengan komersialisasi budaya, uangnya dikemanakan, dan pertanyaan lainnya yang selalu dikaitkan dengan korupsi. Namun uang administrasi di Wae Rebo ini sudah diatur menurut kearifan lokal setempat. Pengelolaan uang ini dipercayakan kepada Lembaga Pariwisata Wae Rebo. Uang administrasi yang didapat dari wisatawan digunakan untuk keperluan biaya bahan makanan dan memasak makanan yang dibuat oleh para ibu, pemeliharaan infrastruktur kampung, bahan bakar generator set dan sumber air.
Sehari-hari warga Wae Rebo merupakan petani kopi dan pengrajin kain tenun cura. Saat ini warga Wae Rebo sedang mengembangkan berkebun sayur mayur. Untuk wisatawan yang datang, bisa mengikuti kegiatan ini, seperti ikut menumbuk kopi dengan ibu-ibu, memetik kopi dari kebun kopi dengan para lelaki bahkan bisa melihat ibu-ibu menenun kerajinan kain cura yang biasanya dilakukan di depan rumah. Para wisatawan dapat terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari masyarakat Wae Rebo. Saat malam tiba pengunjung akan menginap di Mbaru Niang, rumah adat Wae Rebo yang namanya sudah mendunia. Dengan beralaskan tikar yang dianyam dari daun pandan, kita akan bercengkerama dan saling berbagi cerita tentang pengalaman hidup keluarga besar di Wae Rebo.
Mbaru Niang Nah, salah satu daya tarik kampung ini yang sudah mendunia adalah rumah adat yang dilestarikan di kampung ini, Mbaru Niang. Dalam bahasa Manggarai, Mbaru Niang berarti ‘rumah drum’. Bangunan berbentuk kerucut ini dibangun secara tradisional. Atap besar terbuat dari ijuk yang hampir menyentuh tanah, mirip dengan honai di Papua, didukung dengan sebuah tiang kayu pusat. Didalamnya terdapat perapian yang terletak di tengah rumah. Disebut rumah drum karena salah satu rumah digunakan untuk menyimpan drum pusaka suci dan gong yang merupakan media sakral klan untuk berkomunikasi dengan nenek moyang.
Bentuk bangunan Mbaru Niang yang berbentuk kerucut, melingkar dan berpusat di tengah diyakini melambangkan persaudaraan yang tidak pernah putus di Wae Rebo dengan leluhur mereka sebagai titik pusatnya. Pada kenyataannya memang warga Wae Rebo tidak melupakan leluhurnya seperti yang tertuang dalam ungkapan “neka hemong kuni agu kalo” yang bermakna “jangan lupakan tanah kelahiran”.
Struktur Mbaru Niang cukup tinggi, sekitar 15 meter, yang keseluruhannya ditutup dengan ijuk. Didalamnya memiliki lima tingkat yang terbuat dari kayu worok dan bambu yang menggunakan rotan untuk mengikat konstruksi sebagai ganti paku. Mbaru Niang merupakan bangunan komunal, yang artinya satu rumah bisa ditempati enam sampai delapan keluarga dalam satu atap besar. Konsep arsitektur inilah yang membuat Yori Antar dan kawan-kawan penasaran dan mencari tempat ini pada tahun 2008. Mbaru Niang sendiri dibuat dengan struktur lima tingkat. Masing-masing tingkat memiliki nama dan fungsinya masing-masing. Tingkat pertama disebut lutur yang berarti tenda, lutur berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga. Tingkat kedua disebutlobo, sebuah loteng yang berfungsi menyimpan bahan makanan dan barang-barang keperluan sehari-hari. Tingkat ketiga disebut lentar, yang berfungsi untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti jagung, padi dan kacang-kacangan. Tingkat keempat dinamakan lempa rae yang merupakan tempat yang disediakan untuk menyimpan stok pangan jika terjadi kekeringan. Tingkat terakhir dinamakan hekang kodeyang berfungsi untuk menyimpan langkar, sebuah anyaman bambu berberntuk persegi untuk menyimpan sesajian yang akan digunakan untuk persembahan kepada leluhur. Semua tingkat dan fungsinya masih ada dalam setiap Mbaru Niang dan terus dipertahankan hingga saat ini. Jika ada Mbaru Niang yang rusak dan butuh perbaikan, renovasi tradisional juga masih dikerjakan oleh masyarakat Wae Rebo dalam semangat gotong royong.
Konsistensi inilah yang kemudian membuat UNESCO memberikan penghargaan Award of Excellence pada acara UNESCO Asia-Pacific Awards tahun 2012 di Bangkok. Penghargaan ini diberikan kepada proyek-proyek konservasi dalam sepuluh tahun terakhir untuk bangunan yang telah berumur lebih dari lima puluh tahun. Mbaru Niang berhasil mengalahkan 42 kendidat lainnya dari 11 negara di Asia Pasifik, antara lalin sistem irigasi bersejarah di India, kompleks Zhizhusi di Cina dan Masjid Khilingrong di Pakistan. Dalam keterangan resmi penghargaan UNESCO disebutkan, keunggulan proyek pembangunan kembali Mbaru Niang terletak pada keberhasilannya “mengayomi isu-isu konservasi dalam cakupan yang luas di tataran lokal.” Sila bukahttp://www.unescobkk.org/news/article/top-award-given-to-mbaru-niang-in-indonesia-for-the-2012-unesco-asia-pacific-heritage-awards untuk melihat press releasedari website UNESCO.
Sama seperti daerah di Indonesia bagian Timur yang masih kaya dengan potensi budaya, kita masih bisa melakukan banyak eksplorasi budaya dan wisata disini. Bukan untuk melakukan eksploitasi budaya Indonesia, namun semata karena dengan adanya dukungan pariwisata, kesejahteraan masyarakat di lokasi wisata akan semakin baik, akses jalan salah satunya, faktor transportasi juga perlu mendapat perhatian dari semua pihak terutama untuk infrastrukturnya. Tidak heran kini Wae Rebo mendapat dukungan untuk menjadi Atraksi Wisata Budaya Utama di Flores Barat.

(http://kalamantana.com)