Kesenian Reog Ponorogo
cabang dari tarian tradisonal yang berasal dari Jawa Timur. Tarian ini yang
diperkirakan sudah ada sekitar abad ke-15, tepatnya ketika masa terakhir dari
kerajaan Majapahit. Pada awalnya, tarian ini merupakan sindirian atas ketidakmampuan
dari Bhre Kertabhumi dalam memimpin Majapahit kala itu. Lalu, bagaimana
sebenarnya asal mula dari kesenian Reog Ponorogo ini? Berikut adalah ulasan
lengkap mengenai asal mula serta perkembangan dari Reog Ponorogo ini. Ada lima versi mengenai asal
mula kesenian Reog Ponorogo ini. Adapun salah satu cerita yang paling terkenal
dari kelima cerita tersebut adalah ketika salah satu abdi yang bernama Ki Ageng
Kutu berniat untuk melakukan pemberontakan kepada pimpinan Majapahit yang pada
saat itu dijabat oleh Bhre Kertabhumi. Kejadian yang terjadi pada abad ke-15
tersebut dilatarbelakangi oleh murkanya Ki Ageng Kutu kepada istri sang Raja
yang berasal dari Tiongkok. Hal tersebut dikarenakan dirinya merasa istri sang
raja mempunyai pengaruh yang kuat terhadap raja. Selain itu, dirinya juga
merasa bahwa raja hanya diam saja terhadap tindakan korupsi yang dilakukan oleh
pemerintahan Majapahit kala itu. Pada saat itu, diramalkan bahwa Majapahit akan
segera berakhir dalam waktu cepat atau lambat.
Murka yang dirasakan
oleh Ki Ageng Kutu ini semakin besar seiring berjalannya waktu. ketidaknyamanan
yang dirasakan membuatnya memutuskan untuk meninggalkan posisinya sebagai abdi
kerajaan dan mulai membuka sebuah sasana silat. Di sasana tersebut dirinya mengajari
anak-anak mengenai ilmu bela diri, ilmu kekebalan serta ilmu kesempurnaan.
Dengan melakukan hal tersebut, dirinya berharap anak-anak muda itu dapat
menjadi bibit-bibit unggul jika Kerajaan Majapahit kebali bangkit. Seiring
berjalannya waktu, Ki Ageng Kutu baru menyadari bahwa pasukan yang dibentuknya
tersebut masih terlalu kecil untuk menggulingkan Bhre Kertabhumi dari posisinya
sebagai raja, hal itulah yang kemudian mengilhaminya untuk menciptakan sebuah
tarian yang diberi nama Reog. Nah, pertunjukan Reog inilah yang menjadi cara Ki
Ageng Kutu untuk menambah kekuatan masyarakat lokal guna menggulingkan raja
yang tengah berkuasa.
Properti yang selalu
digunakan untuk pertunjukan Reog Ponorogo ini tetap sama dengan awal pertama
kesenian ini muncul.yakni penggunaan topeng yang mempunyai kepada seperti
harimau atau singa yang diberi nama “Singa Barong”. Bagian atas dari Singa
Barong ini terdapat banyak bulu-bulu merak yang bentuknya menyerupai kipas.
Singa Barong ini dibuat oleh Ki Ageng Kutu tersebut menggambarkan “raja hutan”
atau seorang yang berkuasa. Topeng itu menggambarkan karakter Kerthabumi.
Adapun arti dari bulu-bulu merak yang terdapat di atasnya juga menggambarkan
sesuatu, yakni teman-teman Kerthabumu yang berada dari Tiongkok serta yang “ada
di dalam kepalanya”, mengatur semua gerakan yang diperbuat oleh Kerthabumi. Di
kesenian tersebut juga ada beberapa orang yang memainkan Jatilan, yaitu
sekelompok penari gemblak yang menaiki kendaraan kuda sebagai simbol dari
pasukan bersenjata dari Kerajaan Majapahit. Di dalam kelompok Jatilan ini
tampak kontras dengan adanya warok yang menggunakan topeng berwarna merah.
Popularitas Reog
semakin meningkat dari hari ke hari. Hal itu menimbulkan perasaan tidak senang
di hati Bhre Kerthabumi. Ia merasa tidak senang karena sadar bahwa Reog itu
merupakan cibiran secara tidak langsung terhadapnya yang menjabat sebagai raja.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Bhre Kerthabumi langsung menyerang perguruan
yang dibentuk Ki Ageng Kutu dan berhasil mengakhiri pemberontakan yang akan
dilakukan oleh warok. Namun, hal itu tidak menghalangi aksi dari murid
perguruan Ki Ageng Kutu. Mereka tetap melakukan pementasan Reog secara
diam-diam karena masyarakat sudah terlanjur mencintai kesenian ini. Itulah
sebabnya mereka kemudian membuat cerita baru serta karakter baru yang berasal
dari cerita Rakyat Ponorogo seperti Sri Genthayu, Kelono Sewandono, dan Dewi
Songgolangit.
Cerita mengenai
kesenian Reog Ponorogo yang berkembang di masyarakat sama dengan cerita yang
dipentaskan dalam tarian Reog Ponorogo itu sendiri. Cerita tersebut berkisah
mengenai seorang putri yang mempunyai paras sangat cantik bernama Dewi
Sanggalangit. Ia merupakan putri dari raja yang amat terkenal di daerah Kediri.
Karena kecantikan itulah membuat banyak pangeran serta raja yang berniat untuk
meminangnya. Akan tetapi, Dewi Sanggalangit belum berminat untuk menikah, hal
tersebut membuat sang raja bertanya-tanya. Ia langsung mendatangi Sanggalangit
untuk menanyakan mengapa selalu menolak pinangan yang datang. Sanggalangit
hanya mengatakan bahwa ada satu syarat yang dirinya sendiri belum tahu. Demi
mengetahui syarat tersebut ia kemudian melakukan semedi dan bertanya kepada
dewa supaya mendapatkan jawaban terbaik.
Setelah empat hari
melakukan semedi, Sanggalangit akhirnya menghadap sang raja dan memberi tahu
persyaratan yang sudah didapatkannya. Dia mengatakan bahwa dirinya menginginkan
calon suami yang bisa menciptakan sebuah tontonan menarik yang di dalamnya
terdapat hewan berkepala dua dan 140 ekor kuda kembar. Banyak calon peminang
Sanggalangit yang menyerah setelah mendengar syarat tersebut. Akan tetapi, ada
dua orang yang masih berani untuk melanjutkan perjuangannya mendapatkan cinta
Sanggalangit yakni Singabarong dari Kerajaan Lodaya dan Kelanaswandan dari
Kerajaan Bandarangin.
Kelanaswandana mampu
untuk mengumpulkan semua persyaratan dari Sanggalangit. Namun, dirinya tidak
bisa mendapatkan hewan berkepala dua. Ketika dirinya hendak mencari hewan
tersebut, ia memerintahkan patihnya untuk menyelidiki Singabarong. Hal tersebut
dikarenakan Singabarong dikenal sebagai raja yang tidak kenal ampun dan akan
melakukan apa saja untuk menang. Ternyata benar saja, Singabarong memang
berniat untuk menyabotase Kelanaswanda. Hal itu membuat Kelanaswandana segera
menyerang kerajaan Singabarong dan mengajaknya bertempur satu lawan satu. Mereka
berdua akhirnya melakukan pertempuran. Ketika Singabarong belum bersiap-siap,
Kelanaswandana segera mengeluarkan kesaktiannya. Hal itu menyebabkan burung
merak yang sedan asyik mematuki kepalanya menempel dan membuat Singabarong
menjadi berkepala dua. Dirinya mengamuk, kemudian Singabarong menghunuskan
kerisnya ke arah Kelanaswandana. Namun Kelanaswanda berhasil menghindar dan
membalasnya dengan pecutan cambuk Samandiman. Pecutan dari cambuk Samandiman
itu ternyata memiliki kesaktian yang membuat Singabarong terpental sehingga
berubah menjadi hewan yang berkepala dua. Dengan demikian, membuat Kelanaswanda
berhasil untuk memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Sanggalanggit. Ketika Kelanaswandana
sampai di Wengker, seluruh masyarakat yang ada di sana pun bersorak gembira
melihat pertunjukan yang disuguhkan. Terlebih lagi ketika mereka melihat adanya
hewan aneh yang berkepala dua. Pada akhirnya, Dewi Sanggalangit dan
Kelanaswandana menikah. Pernikahan tersebut diabadikan sebagai sejarah penting
lahirnya kesenian Reog Ponorogo yang menjadi salah satu kesenian tradisional
asli Indonesia.